Aplikasi lem kayu
Langkah
pertama dalam pemakaian lem kayu adalah aplikasi (pengolesan) lem pada permukaan kayu.
Aplikasi lem pada permukaan ini bisa dilakukan dengan berbagai macam cara
antara lain dengan menggunakan alat semprot, roller, doctor blade (bilah pengoles), curtain coater (alat pembentuk tirai lem) dan
teknologi pengolesan yang lain. Setelah aplikasi lem maka langkah
berkutnya adalah pembentukan ikatan yang dilakukan dengan pengeringan lem untuk
menghasilkan suatu lem yang keras dan mengikat kedua sisi potongan kayu. Proses
pengeringan ini harus memberikan waktu yang cukup bagi lem untuk menembus ke
dalam kayu membasahi permukaan dan membentuk ikatan yang kuat.
Dalam proses pembentukan ikatan ini maka diperlukan
suatu tekanan untuk membawa kedua permukaan kayu
menjadi lebih dekat secara bersamaan. Pengeringan lem ini sebagian besar
dilakukan dengan cara penguapan dari solvent
yang ada pada campuran lem. Beberapa jenis pengeleman yang lain menggunakan
pengaturan suhu dan penambahan air untuk membuat perekat lebih encer dan lebih
mudah terdeformasi.
Diperlukan
kontak tingkat molekul untuk setiap jenis ikatan untuk terbentuk. Karena itu
maka lem harus bisa membasahi permukaan dan
mengaliri vessel-vessel yang ada pada permukaan kayu. Faktor- faktor yang mengontrol pembasahan permukaan
antara lain: energi permukaan antara substrate dan lem, viskositas lem, suhu,
tekanan pada permukaan, dll. Kayu memiliki permukaan yang kompleks yang harus
dihadapi pada proses penegelaman dibandingkan dengan bahan bahan yang lain.
Kayu bersifat sangat anisotropik (tidak seragam) tergantung pada bagaimana dia
hidup. Pertumbuhan sel-sel yang memanjang di arah
longitudinal, berbeda dengan pertumbuhan yang keluar melingkar dari pusat
pohon. Karena itu maka sifat radial kayu berbeda dari sifat tangensial
kayu. Kayu juga memiliki sifat-sifat yang
bervareasi antara kayu dan gubal dan kayu keras, dan antara kayu tua dan kayu
muda. Ketegangan dan tekanan kayu juga sangat dipengaruhi oleh bentuk dan pola
dari serat-erat kayu yang semuanya akan mempengaruhi proses pembasahan lem pada
permukaan.
Teori
adhesi
Daya adhesi adalah daya tarik menarik dari bahan-bahan yang
berbeda. Daya adhesi pada proses pengeleman sangat tergantung pada interaksi
yang terjadi antara permukaan lem dengan permukaan substrat. Daya adhesi ini
berbeda dengan kekuatan ikatan pengeleman. Tentu saja interaksi antara lem dan
permukaan akan sangat mempengaruhi kekuatan ikatan, jika interaksi antara lem
dengan permukaan kayu hanya kecil saja maka kekuatan ikatan juga akan menjadi
sangat lemah. Namun, kekuatan ikatan menjadi lebih komplek karena dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain seperti konsentrasi tegangan, energy dissipation, dan adanya
kelemahan di lapisan permukaan seringkali memainkan peran yang lebih penting daripada kekuatan adhesi semata. Aspek
adhesi merupakan faktor dominan dalam proses
pembentukan ikatan, tetapi mungkin bukan merupakan penyebab dari ikatan lemah
yang terjadi dalam proses pengeleman.
Meskipun
beberapa teori menekankan aspek adhesi secara mekanis dan lainnya lebih menekankan pada aspek kimia, namun tetap perlu
disadari bahwa struktur kimia dan interaksi yang terjadi akan menentukan sifat
mekanik dan sifat mekanik menentukan terkonsentrasinya daya pada ikatan
kimia yang terjadi secara individual. Dengan demikian, aspek kimia dan aspek
mekanis saling terkait dan tidak dapat diperlakukan sebagai proses yang
benar-benar terpisah.
Menurut teori ikatan secara mekanis maka lem menghasilkan
kekuatan perekatan melalui ikatan yang menjangkau ke dalam pori-pori substrat.
Ikatan ini menghasilkan kekuatan yang besar untuk mencegah terjadinya
pergeseran antara kedua bagian yang disatukan, tetapi kekuatan untuk mencegah
pelepasan hanya kecil saja. Teori mekanikal interlock ini mengabaikan interaksi
kimiawi yang terjadi. Pada kenyataannya, ada daya geser yang menahan pelepasan
yang menunjukkan adanya
interaksi antar permukaan. Untuk menghasilkan suatu interlock (ikatan yang saling berpautan), maka substrat harus cukup
dibasahi oleh lem dengan baik sehingga ada ikatan kimia yang terbentuk bersama
dengan kekuatan mekanik.
Kemampuan untuk menembus pori-pori menjadi lebih sulit
dan kekuatan ikatan mekanik menjadi berkurang pada kayu dengan pori-pori yang
kecil. Secara umum ikatan mekanik lebih kuat untuk menahan gaya geser
dibandingkan dengan gaya normal. Pada substrat
yang terlalu halus maka kekuatan ikatan mekanik menjadi berkurang karena tidak
memiliki kekasaran cukup untuk membentuk interlock
dari perekatan. Untuk mengatasi problem ini dapat dilakukan suatu proses
pengkasaran permukaan substrat dengan pengamplasan pada permukaan jika dianggap
terlalu halus.
Jika konsep mengenai tentakel perekat yang menembus ke dalam
substrat dipindahkan dari skala makro ke tingkat
molekuler, maka konsep ini disebut sebagai teori difusi. Jika terbentuk tentakel substrate yang menembus ke dalam lem maka hal
ini disebut sebagai interdifusi. Hal
inilah yang menyebabkan terbentuknya rantai ikatan antara substrat dan lem.
Ikatan antarmuka yang terjadi akan sangat kuat karena adanya daya yang
didistribusikan ke seluruh rantai ikatan. Namun, konsep ini hanya dapat bekerja
jika terbentuk suatu tentakel perekat yang masuk ke dalam substrat. Agar hal
ini terjadi, maka
harus terjadi kompatibilitas yang baik antara perekat dan
substrat. Kompatibilitas yang baik akan menghasilkan suatu jaringan yang kuat
terbentuk dari kombinasi kimia dan kekuatan mekanik.
Teori-teori
lain terutama menekankan pada interaksi kimia daripada aspek yang benar-benar
mekanis. Jadi, mereka mengambil penjelasan pada tingkat molekuler, dan
memerlukan kontak yang baik antara lem dengan dengan
substrat. Kekuatan dari berbagai jenis obligasi diberikan dalam Tabel 9.2,
bersama dengan contoh-contoh dari beberapa tipe ikatan di Gambar 9.3.
Gambar 9.3 Contoh berbagai jenis ikatan.
(a) Ikatan dispersif antara dua rantai hidrokarbon, seperti di polietilen,
(b) ikatan dipole antara dua gugus karbonil, seperti poliester,
(c) Ikatan hidrogen antara segmen selulosa dan polimer fenol-formaldehida,
(d) Ikatan ion antara grup amonium dan kelompok karboksilat.
Perlu
untuk dicatat bahwa daya ikatan yang digambarkan disini adalah ikatan dari
interaksi tunggal, sedangkan untuk menghasilkan ikatan yang kuat diperlukan
banyak interaksi yang terdistribusi secara merata pada seluruh permukaan.
Interaksi
paling lemah adalah gaya dispersi London, Gaya
ini adalah gaya dispersi yang ada antara setiap molekul dan senyawa ketika
mereka berdekatan satu sama lainnya. Gaya
dispersi adalah dasar utama dari assosiasi molekul molekul non-polar, seperti polietilen
(Gambar 9.3). Meskipun gaya ini lemah, dimana
perekat dan adherend terjadi dalam kontak molekul, namun gaya ada yang terjadi
diantara semua atom dijumlahkan dapat menghasilkan kekuatan yang cukup besar.
Jenis lain dari kekuatan umumnya terkait dengan kelompok kutub. Yang paling lemah adalah interaksi antara dipole-dipole. Untuk ikatan antar kutub ini, terdapat pemisahan muatan antara atom; proses ini menciptakan sebuah dipole alami yang permanen. Dua dipole (kutub) dapat berinteraksi jika ujung dipole positif dan negatif dipertemukan. Kekuatan ikatan yang terbentuk dari ikatan ini tergantung pada pengaturan yang tepat dari dipole-dipole (kutub-kutub) tersebut, hal ini mudah terjadi untuk molekul-molekul kecil dalam bentuk larutan tetapi menjadi sulit pada 2 rantai molekul karena mereka terkendala pada rotasi dan penyebarannya.
Ikatan yang terkuat dari interaksi
sekunder adalah pembentukan ikatan hidrogen. Jenis ikatan ini dikenal sebagai
senyawa polar, suatu gugus nitrogen, oksigen dan belerang yang berikatan dengan
hidrogen dan karbonil grup. Jenis ikatan ini melibatkan pembagian atom hidrogen
antara dua kelompok kutub, yang sangat mungkin terjadi diantara lem kayu dan
kayu karena keduanya memiliki banyak kelompok kutub. Hampir semua komponen kayu
kaya akan gugus hidroksil dan beberapa diantaranya mengandung asam karboksilat
dan gugus ester. Kedua kelompok ini membentuk ikatan hidrogen yang sangat kuat
internal yang memberikan kekuatan kayu, tetapi juga memungkinkan untuk
terbentuknya suatu ikatan hidrogen eksternal. Semua lem kayu utama memiliki
kelompok kutub yang dapat membentuk ikatan hidrogen internal dan eksternal. Lem
berbasis bio sangat tergantung pada ikatan hidrogen untuk menghasilkan kekuatan
perekat dan kohesif mereka. Sedangkan perekat sintetik tidak terlalu tergantung
pada ikatan hidrogen untuk kekuatan kohesif mereka karena mereka telah
membentuk internal crosslinking,
namun hampir pasti mereka akan menghasilkan suatu ikatan antara hidrogen dengan
kayu.
Salah satu kelemahan dari ikatan
hidrogen adalah kemampuannya akan terganggu dengan adanya air. Air dapat masuk
dalam ikatan antara dua kelompok yang terjadi dan ini akan melemahkan ikatan
antar rantai yang terbentuk. Dengan demikian maka daya akan kehilangan sebagian
kekuatannya ini pada material yang menyerap air, seperti kayu. Kenyataan ini
mungkin merupakan penyebab dari kegagalan terbentuknya ikatan yang baik antara
kayu dan perekat. Salah satu aspek yang menarik dari ikatan sekunder (dispersif,
dipole, dan ikatan hidrogen) adalah bahwa setelah terjadinya suatu gangguan,
mereka bisa tereformasi sementara ikatan kovalen biasanya tidak terreformasi.
Reformasi dari ikatan hidrogen telah dikenal untuk waktu yang lama, tapi hasil
penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa hal itu dapat menjadi bagian penting
dari kemampuan kayu untuk menjaga kekuatannya. Peran proses ini memungkinkan
perekat untuk menyesuaikan dan mempertahankan kekuatan sebagai perubahan
dimensi kayu yang belum dipahami dengan baik, tetapi dapat memainkan faktor
penting pada pengeleman kayu.
Ikatan yang kuat dapat dibentuk dari interaksi donor-akseptor. Yang paling umum dari interaksi dengan ikatan kayu dan perekat adalah interaksi asam-basa. Beberapa interaksi asam-basa kation dengan anion mungkin terjadi dalam daya adhesi pada substrat. Kayu berisi beberapa asam karboksilat yang dapat membentuk garam dengan perekat yang mengandung gugus basa, seperti lem jenis amina di melamin-formaldehid, protein, dan amina-cured epoxy.
Umumnya, pada semua jenis bahan interaksi yang paling kuat adalah ketika terbentuk suatu ikatan kovalen antara perekat dan substrat. Namun, untuk adhesi pada pengeleman kayu, teori ini masih menjadi perdebatan, karena kesulitan dalam menentukan keberadaan jenis ikatan mengingat kompleksitas perekat dan kayu dan sulitnya menghasilkan suatu model yang tepat. Kayu memiliki gugus hidroksil dalam tiga komponen utama: selulosa, hemiselulosa, dan lignin dan banyak perekat dapat bereaksi dengan gugus hidroksil. Adalah hal yang logis untuk mengasumsikan bahwa reaksi diantaranya akan sangat mungkin terjadi. Namun, banyak orang yang lain berpendapat bahwa kehadiran sejumlah besar air yang akan mengganggu. Diperlukan suatu metode analisis yang lebih canggih untuk menjawab masalah ini.
Secara
umum diasumsikan bahwa interaksi terkuat akan mengontrol adhesi pada substrat.
Hal ini mengabaikan fakta bahwa adhesi yang dihasilkan adalah jumlah dari
kekuatan masing-masing interaksi dikalikan dengan frekwensinya. Dengan
demikian, ikatan kovalen yang hanya jarang terjadi mungkin tidak penting dan
dapat diabaikan dalam menentukan kekuatan ikatan. Dan yang lebih umum adalah
ikatan hidrogen atau interaksi yang terjadi dari dipol-dipol. Ikatan hidrogen
mungkin kurang signifikan dalam kondisi basah dibandingkan ikatan lainnya jika
terdapat air yang mengganggu terbentuknya suatu ikatan yang kuat. Hal yang
lebih penting adalah untuk selalu berpikir bahwa pembentukan adhesi lebih kuat
bukan hanya oleh satu jenis ikatan, tetapi oleh sejumlah besar jenis ikatan
yang berbeda. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa perekat dapat
saja melekat kuat ke permukaan masih bisa tidak berhasil dalam membentuk ikatan
yang kuat secara keseluruhan, karena kegagalan dalam interfase antara perekat
dan adherend.
Salah satu model adhesi yang umumnya
tidak terkait dengan langkah pembentukan ikatan, tetapi perlu dilihat pada
rusaknya ikatan, adalah model elektrostatik. Model ini mengasumsikan bahwa
adhesi ini disebabkan oleh perekat yang bermuatan positif sementara adherent
mempunyai yang muatan berlawanan (atau sebaliknya). Hal ini sepertinya tidak
mungkin karena gaya tersebut umumnya ada sebelum pembentukan ikatan, dan karena
itu tidak dapat membantu dalam adhesi, namun mereka dapat terjadi selama proses
debonding.
Model lain yang telah diterapkan secara terbatas pada kasus-kasus sebagian besar adhesi adalah suatu deep diffusion, yang melibatkan pencampuran polimer antara perekat dan adherend untuk membentuk fase campuran yang tunggal campur. Meskipun sepertinya tidak mungkin suatu kayu akan larut dalam perekat, tetapi sangat mungkin terjadi banyak molekul perekat yang diserap oleh dinding sel kayu. Dan difusi ini dapat membentuk satu dari beberapa jenis ikatan struktur yang lebih kuat. Dalam banyak kasus, kekuatan penetrasi ini bisa sama kuatnya dengan ikatan kovalen. Sebagian besar dari model adhesi ini tidak hanya memainkan 1 peran saja dalam pembentukan ikatan, tetapi juga akan membantu terbentuknya ikatan perakitan. Hal yang sangat penting untuk diingat adalah bahwa, tergantung pada asal kekuatan, tegangan kayu dapat berupa terkonsentrasi pada satu titik pada antarmuka atau tersebar di seluruh ikatan. Jika kekuatan tersebar, maka daya yang dirasakan pada antarmuka mungkin cukup kecil.
Sering ada pertanyaan mengenai model
adhesi yang paling tepat. Pertanyaan ini mengasumsikan bahwa hanya ada faktor
tunggal yang mendominasi interaksi antara perekat dan substrat. Pada
kenyataannya, ada kombinasi beberapa faktor yang memainkan peran dalam hal ini.
Secara umum dikatakan bahwa semakin banyak modus adhesi yang ada di interface,
maka akan semakin besar kekuatan ikatan.