Bahan-bahan finishing tadisional
Yang
dimaksud dengan bahan-bahan finishing tradisional adalah bahan-bahan finishing
yang digunakan pada jaman dulu yaitu saat belum ditemukan bahan finishing
modern yaitu cat (coating). Pada saat
itu spray gun yang sekarang merupakan
alat yang paling populer untuk aplikasi bahan finishing masih belum ditemukan.
Bahan-bahan finishing tradisional tersebut masih diaplikasikan dengan cara
dikuas, dioleskan atau dilap. Meskipun sebagian besar proses finishing pada
saat ini sudah dikerjakan dengan bahan-bahan modern dan menggunakan alat-alat
modern, tetapi ternyata masih ada juga permintaan suatu produk mebel dengan
finishing menggunakan bahan-bahan finishing tradisional. Karena kenyataannya
proses finishing dengan menggunakan bahan-bahan finishing tradisional tersebut
menghasilkan penampilan yang unik yang tidak bisa ditiru secara persis dengan proses
finishing menggunakan bahan-bahan finishing modern yang ada saat ini. Beberapa
bahan-bahan finishing tradisional yang masih dipakai sekarang antara lain
adalah: oil, wax, varnish dan shellac. Kelebihan yang lain dari
bahan-bahan finishing tradisional itu adalah cara aplikasinya yang sederhana,
tidak perlu menggunakan alat-alat dan tempat yang khusus. Karena itu ahan-bahan
finishing tradisional ini merupakan pilihan yang menarik apabila peralatan dan
fasilitas finishing yang ada masih belum memadai dan kualitas finishing yang
diinginkan tidak terlalu tinggi.
oil finish
1. Oil finish (minyak)
Oil atau minyak sebagai bahan finishing mungkin merupakan bahan finishing yang paling tua. Bahan finishing jenis ini sangat mudah ditangani dan cara pemakaiannya sangat sederhana tidak membutuhkan tempat dan alat finishing yang khusus. Cara aplikasinya adalah dengan dikuas atau dicelupkan kemudian dilap dengan kain secara merata. Hasil finishing yang dihasilkan sangat alami dan natural, dengan penampilan serat yang sangat hidup dan menarik. Oil finish ini hampir-hampir tidak membentuk warna, karena itu warna yang dihasilkan sangat tergantung dari warna dasar dan kualitas kayu yang difinishingnya. Selain itu finishing ini hampir-hampir tidak membentuk lapisan film sehingga tidak bisa memberikan proteksi secara maksimal terhadap kayu dibawahnya.
2. Varnish
Varnish merupakan bahan finishing yang dari minyak (oil finish) yang dibuat dengan menggunakan proses kimia dengan menggunakan campuran resin yaitu phenolic, alkyd dan urethane.. Minyak yang dipakai adalah sama dengan jenis minyak yang dipakai untuk oil finish. Varnish ini akan bereaksi dengan udara dengan adanya panas yang akan menghasilkan lapisan film yang kuat dan elastis. Bahan ini membutuhkan waktu pengeringannya yang relatif lama, sampai 1 hari untuk pengeringan tiap 1 kali pelapisan. Varnish ini biasanya berupa clear yang tidak berwana, meskipun bisa juga dicampur dengan pigmen untuk membentuk warna tertentu. Cara aplikasinya bisa dengan kuas atau dengan kain lap, tetapi bisa juga dengan cara diencerkan dan dispray. Thinner yang dipakai untuk mengencerkannya adalah sejenis minyak antara lain mineral spirit atau terpentin.
Seperti juga oil finish, wax ini akan menghasilkan penampilan yang sangat alami. Wax ini adalah sejenis lilin, yang paling banyak dipakai adalah lilin yang diperoleh dari peternakan lebah (beewax), yang akan mencair pada suhu sekitar 140 derajad fahrenheit. Aplikasi wax sangat mudah, yang paling sering dilakukan adalah dengan dikuaskan secara merata kemudian dilap dan dibersihkan dengan kain. Permukaan yang dihasilkan akan menjadi sangat licin dan halus, apabila diraba akan terasa sangat halus dan khas dengan penampilan yang sangat natural. Wax ini ada yang natural tanpa warna, ada juga yang diberi warna biasanya coklat atau hitam. Meskipun tersedia wax dengan beberapa warna tetapi warna finishing yang dihasilkan oleh bahan finishing ini sangat terbatas. Jadi warna dan penampilan yang dihasilkan sangat tergantung dengan warna kayu dibawahnya. Wax finish ini juga hampir-hampir tidak memberikan proteksi terhadap kayu dibawahnya.
4. Shellac (politur)
Pada beberapa waktu lalu kira-kira sejak tahun 1820 sampai 1920 an shellac ini sangat populer dipakai sebagai bahan finishing untuk kayu sebelum digantikan oleh bahan finishing yang berupa coating (cat). Finishing yang dihasilkannya akan memberikan suatu lapisan film yang akan dapat memberikan proteksi yang lebih baik dibandingkan dengan oil atau wax finish. Shellac ini pada dasarnya mempunyai warna kekuning-kuningan sehingga apabila diaplikasikan akan menghasilkan warna kuning yang tergantung berapa tebal lapisan shellac tersebut di permukaan kayu. Kemudian dikembangkan juga shellac yang tidak berwarna (bleach shellac), yang disediakan untuk warna-warna yang putih atau natural.
Shellac dibuat dari resin alam yang dihasilkan oleh tumbuhan sejenis damar yang ada di
Shellac ini menghasilkan lapisan finishing dan akan memberikan proteksi yang cukup baik terhadap kayu dibawahnya. Permukaan yang dihasilkan bisa menjadi tebal atau tipis dan hampir tidak menghasilkan polusi untuk lingkungannya. Salah satu hal yang menjadi kelemahannya adalah cara aplikasinya yang lama, karena membutuhkan waktu pengeringan yang lama untuk tiap lapisannya. Selain pilihan warna dan glossnya juga menjadi sangat terbatas dan sulit dikontrol. Pada saat sekarang finishing shellac ini hampir sudah digantikan seluruhnya dengan bahan-bahan finishing modern berupa cat. Finishing dengan bahan shellac ini masih digunakan dalam industri mebel terutama karena aplikasinya yang sederhana, bisa dengan hanya dilap saja dan materialnya yang relatif aman dan tidak menghasilkan polusi bagi lingkungannya.